(SMKAF) KOMPAS 2 Juni 2013 menulis sebuah kenyataan pahit. Di dalam kalimat pembukanya di halaman muka koran nasional ini dipaparkan bahwa Nilai-nilai Pancasila kini terus tergerus, baik dalam praktik tata kelola pemerintahan maupun dalam kehidupan sosial kemasyarakatan sehari-hari. Padahal Pancasila diyakini sebagai roh bangsa yang dipercaya mampu menghadapi tantangan dan persoalan bangsa saat ini.
Wakil Presiden RI Boediono mengakui hal ini “dengan perasaan
sedih dan cemas”, paparnya dalam peringatan hari lahir Pancasila, Sabtu (1/6)
di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Peringatan yang dirangkai dengan peresmian
situs Bung Karno tersebut dihadiri ketua MPR Taufiq Kiemas, Mendikbud Muhammad
Nuh, dan beberapa pejabat tinggi negara lainnya.
Kenyataan ini bisa kasat mata dicari contohnya dalam
kehidupan masyarakat biasa. Di sekolah, guru banyak yang tidak lagi memberikan
pelajaran Pancasila secara faktual, melainkan sekedar normatif saja, karena
sulitnya mencari figur keteladanan khususnya pada pemimpin-pemimpin yang ada.
Berbagai kasus pelanggaran pejabat semakin menyulitkan untuk meyakinkan bahwa
Pancasila merupakan ideologi yang mampu memberikan solusi permasalahan bangsa.
Hal ini jugalah yang membuat masyarakat sama sekali tidak menghiraukan apakah
Pancasila berkaitan dengan keseharian mereka atau tidak. Bagi mereka, mengurusi
permasalahan individu saja sudah sedemikian beratnya, mengingat negara dirasa
tidak lagi berpihak kepada rakyat kecil. Keprihatinan ini tentunya membutuhkan
perenungan mendalam agar bangsa ini menemukan akar permasalahannya.
Munculnya Paham Yang memecah Belah
Yang perlu diwaspadai adalah, apabila Pancasila
pengertiannya diselewengkan, kemudian sering dijadikan payung bagi paham
sekulerisme, pluralisme, dan liberalisme. Seolah-olah nilai-nilai yang
sejatinya asing tersebut merupakan bagian dari bangsa Indonesia. Majelis Ulama
Indonesia pernah mengeluarkan fatwa mengenai kesesatan paham sekulerisme,
pluralisme, dan liberalisme, dikarenakan paham-paham tersebut menyebarkan
kebencian terhadap persatuan dan kesatuan ummat Islam sebagai bagian terbesar
di dalam bangsa Indonesia.
Apabila bangsa ini mau melihat lebih luas kepada berbagai
permasalahan yang terjadi di negeri ini, maka akan dilihat dengan jelas dampak
liberalisme menyebabkan Sumber Daya Alam Indonesia dikuasai oleh pihak asing,
menyingkirkan bangsa sendiri sehingga kemandirian perekonomian bangsa surut ke
belakang. Dari tadinya yang berswasembada pangan, kini malah mengimpor. Dari
kestabilan harga-harga, kini melambung tidak terkendali, dan pemerintah
seakan-akan tidak berdaya menekan laju kenaikan harga BBM. Liberalisasi ekonomi
membuat Indonesia begitu mudah didikte oleh keinginan penguasa dan pengusaha
asing.
Belum lagi dari sisi masuknya paham Pluralisme yang membuat
menjamurnya kelompok-kelompok yang menista agama seperti baru-baru ini adalah
Ahmadiyah dan Syiah. Kelompok-kelompok yang diduga memang sengaja dibentuk
untuk memecah belah persatuan ummat beragama ini berlindung di balik baju
minoritas. Di berbagai daerah telah timbul keresahan dan tidak jarang berujung
bentrok, karena memang tidak akan pernah ada satu pun komponen masyarakat pun
yang mau menerima keberadaan penista agama yang mengancam kerukunan ummat
beragama yang telah lama dibangun.
Perlu Ketegasan Hukum
Pancasila tidak dapat ditumbuhkan dengan cara-cara
indoktrinasi sebagaimana dahulu. Ini terbukti dari banyaknya pemimpin pusat
maupun daerah yang banyak terindikasi korup ironisnya adalah alumni pendidikan
P4 yang dogmatis. Pancasila bisa ditumbuhkan melalui kesadaran dan keteladanan.
Lagi-lagi hal ini berpulang kepada para pemimpin negeri ini. Jikalau mereka
tidak sekedar mengeluh tentang kondisi Pancasila, dan beralih kepada pewujudan
nilai-nilainya pada diri mereka sendiri, niscaya masyarakat akan mengikuti
jalannya.
Seandainya pemerintah benar-benar menjunjung tinggi nilai
Pancasila, dan tulus membela kepentingan bangsa, maka tidak sulit untuk
menegaskan bahwa keberadaan 5 agama (Islam, Katolik, Protestan, Hindu dan
Buddha) akan dilindungi dalam payung Pancasila dan penista agama-agama tersebut
akan berhadapan dengan hukum positif negeri ini. Ketegasan inilah yang akan
membawa ketentraman masyarakat sehingga kepercayaan untuk mendukung Pancasila
akan dapat kembali dirasakan sebagaimana dahulu. Namun manakala paham-paham
sekulerisme, pluralisme, dan liberalisme masih merajalela di bumi pertiwi ini,
maka kepercayaan terhadap Pancasila dengan sendirinya akan semakin terus
luntur, dan bangsa ini akan mencari jalannya sendiri dalam menemukan ideologi
yang lebih berpihak kepada keyakinan mereka.
Kata kunci: Pancasila, Sekulerisme, Pluralisme,
Liberalisme, Penista agama, Ahmadiyah, Syiah, Ideologi, bangsa.
0 comments:
Posting Komentar
Mohon saran dan kritiknya