Berita Terbaru :

Visi Sekolah Islam yang Harus Diketahui Guru (bag. 1)


Saat ini sekolah-sekolah Islam sedang berada pada puncak trend, dimana orang tua berlomba-lomba menyekolahkan putra-putrinya ke sana. Kaum Muslimin sekarang kembali membangun kebanggaan terhadap lembaga pendidikan Islam, khususnya pesantren.

Hal ini tentunya tak lepas dari kerja keras dari praktisi pendidikan, ustadz-ustadzah demikian mereka disebut di sekolahnya. Pendirian lembaga pendidikan Islam di era 1980 dan 1990-an tidak semulus sekarang. Banyak di antara ustadz/ustadzah yang datang dari rumah ke rumah untuk meyakinkan para orang tua muslim, bahwa sekolah yang akan mereka dirikan adalah sekolah yang serius dan bermutu tinggi. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para pendiri Al-Furqan, alm. Aisyah dan ibu Nafisah.

Tentu saja, sebagai pendiri, mereka harus menjadikan anak-anak mereka sendiri sebagai “singa percobaan” (demikian istilah dari Dr. Adian Husaini). Dengan cara itu orang lain merasa ada jaminan. Uniknya, banyak perintis lembaga-lembaga pendidikan Islam “terpadu” ini adalah para professional muslim; seperti dokter, insinyur, pengusaha, dan sebagainya. Sebagaimana yang terjadi di Al-Hikmah Surabaya dan Al-Furqan Jember. Ini menunjukkan kesadaran terhadap kebangkitan Islam.

Disinilah sebenarnya terbukti kemuliaan profesi ustadz/ustadzah (guru) di sekolah Islam sebenarnya telah diakui oleh masyarakat. Namun patut dicamkan bahwa tolok ukurnya bukan fisik (seperti gedung sekolah, gaji guru, fasilitas, dan semacamnya). Melainkan penghormatan. Oleh karena itu sangat keliru bila sekolah Islam tidak digarap dengan sepenuh hati atau hanya dijadikan pekerjaan sambilan saja.

DUA TANTANGAN BESAR SEKOLAH ISLAM

Menurut Adian Husaini, sekolah Islam akan menghadapi dua tantangan. Pertama, godaan materialisme; penyakit hubbud-dunya alias cinta dunia. Kedua, jebakan kurikulum sekuler.

A.    Godaan Materialisme

Hubbud-Dunya yang diperingatkan Rasulullah SAW jauh-jauh hari dapat kita refleksikan dalam skala kecil pada lembaga-lembaga Islam. Berupa ambisi mempermegahkan bangunan, dengan bayaran mahal, tetapi ruh pendidikan Islamnya sudah hilang diuangkan. Dengan demikian sekolah Islam tidak lagi menjadi tempat untuk menanamkan aqidah dan akhlak yang mulia. Melainkan berlomba mengejar prestasi imitasi. Tidak jarang sekolah Islam berbangga diri karena telah merasa mampu “menyamai” prestasi sekolah lain.

Prestasi dan fasilitas adalah dua hal yang biasanya memang meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sekolah, semakin banyak yang berminat masuk ke sana, menciptakan godaan materi begitu menggiurkan. Seiring dengan meningkatnya kesadaran ber-Islam di kalangan elite-elite muslim. Banyak sekolah memandang hal ini sebagai “kesempatan emas” untuk melipatgandakan aset. Akhirnya motivasi yang memutar roda sekolah adalah kompetisi materialistis, mengejar ilmu untuk kebanggaan gelar, bukan lagi karena semangat jihad dalam bidang keilmuan, atau memberikan kemanfaatan kepada ummat. Inilah yang akan merusak seluruh aspek pendidikan Islam.

*Tulisan ini juga dimaksudkan untuk Madrasah dan Pesantren

Share this Article on :

0 comments:

Posting Komentar

Mohon saran dan kritiknya


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Seluruh kebaikan dari situs ini boleh disebarluaskan tanpa harus mengutip sumber aslinya, karena pahala hanya dari Allah | Dikelola oleh © SMK Al-Furqan Jember.