Tidak heran bila pelajar Jepang cukup lambat dalam memulai pembelajaran Bahasa Inggris (yakni mulai kelas 5 SD pada saat itu). Namun akhir-akhir ini terdapat usaha untuk memperkaya materi bahasa Inggris, misalnya dengan memulai pengajarannya sejak kelas 1. Berbagai penerbit berminat untuk mencetak buku-buku yang lebih baik namun terhambat oleh aturan MEXT yang membatasi kosakata hanya sekitar 900 entri saja.
Materi buku pelajaran Bahasa Inggris di Jepang dituntut untuk relevan dengan kehidupan Jepang sendiri. Alih-alih mengajak siswa untuk mempelajari bahasa asing dengan menyelami konteks budaya asal (yakni, Inggris, Amerika, atau Australia), pengarang buku bahasa Inggris merasa dibatasi untuk menjaga siswa melihat dunia luar dari jendela. Misalnya dalam pemilihan nama karakter dalam buku teks. Kalau kita belajar Bahasa Inggris, kita akan membayangkan nama-nama yang dipakai berbau Amerika seperti John atau Brown kalau belajar Bahasa Jerman maka namanya adalah Hans atau Schmidt. Demikian halnya saat belajar bahasa Jepang maka sewajarnya nama yang dipakai adalah Sato-san dan Tanaka-san yang sedang bermain di taman kuil di Kyoto.
Tentu saja kondisi di atas masih merupakan pro dan kontra. Mari kita simak lebih jauh melalui perbincangan seputar buku teks bahasa Jepang di youtube berikut ini.
(Video ini adalah bagian 2, dan berbahasa Inggris)
0 comments:
Posting Komentar
Mohon saran dan kritiknya