(www.smkalfurqan.com) Konsep pendidikan Indonesia perlu direnungkan ulang. Begitu banyak tuntutan untuk perubahan atas kurikulum pemerintah (top-down) agar mengakomodasi pengalaman guru (bottom-up).
Yang utama, adalah faktor tujuan pendidikan. Definisi apapun yang dijabarkan dalam tujuan pendidikan baik di tingkat nasional maupun di tingkat satuan pendidikan, akan menjadi kacau apabila saat di dalam kelas, guru dituntut untuk menitikberatkan kepada nilai, bukan proses.
UNAS yang selama ini dipertahankan secara sistemik sebagai alat untuk menyaring kelulusan siswa, seolah menjadi hakim yang menghukum kebodohan siswa. 4 mata pelajaran yang di UNAS-kan, yakni Bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Matematika, dan satu lagi menurut satuan pendidikannya.
Kenapa kok dianggap hakim? Mari kita bandingkan, apakah GURU sendiri mampu menguasai 4 mata pelajaran yang di-UNAS-kan? Kalau tidak, kenapa membebani siswa? Kalau siswanya gagal, kenapa diberi sanksi "tidak lulus"? Apakah mereka HARUS PINTAR dalam ke-empat mapel tersebut? Artinya kalau bodoh maka mereka dianggap gagal sekolah dan tidak akan berhasil menempuh hidup selanjutnya?
Lagi pula tidak ada satu pun materi UNAS yang menyangkut masalah ETIKA/MORAL. Ini menunjukkan bahwa kita tidak bersungguh-sungguh menjadikan anak didik kita sebagai generasi yang beriman dan bertaqwa.
Apa solusi untuk permasalahan ini?
1. Yang mendasar adalah merubah cara pandang KAPITALISTIK menjadi ISLAMI. Yakni bahwa pendidikan adalah kebutuhan mendasar untuk merubah. Sebagaimana firman Allah, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka” QS Ar-Ra'd 13 ayat 11
2. Menjadikan UNAS hanya sebagai alat ukur, tidak mempengaruhi kelulusan siswa. Seperti EBTANAS.
3. Kalaupun tetap dipertahankan sebagai alat saring, maka gantilah mata uji nya dengan mata pelajaran yang memang wajib dimiliki siswa, seperti AGAMA ISLAM dan TATA KRAMA.
*Mengubah cara pandang kapitalistik artinya, tidak menjadikan pendidikan sebagai lahan bisnis. Dengan kata lain, negara harus menanggung biaya pendidikan warga negaranya, tidak boleh membiarkan pendidikan berjalan terseok-seok karena masalah sarana-prasarana atau gaji guru.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar
Mohon saran dan kritiknya