(www.smkalfurqan.com) Menonton film adalah kegiatan yang menyenangkan. Namun
sekedar menonton film bisa jadi menjerumuskan. Guru bisa menjadikan film
sebagai sebuah sarana pendidikan dan pembelajaran yang sederhana, disamping di dalamnya
guru dapat mengarahkan siswa untuk memilih film-film yang layak ditonton dan
yang tidak.
Sedikitnya saya menyarankan untuk memilih film yang:
- Bernilai sejarah, dokumenter, atau yang berdasarkan kisah nyata. (Contohnya “Tokyo Story” meski film ini cukup panjang, mungkin cocok bila penontonnya setingkat mahasiswa)
- Tidak terlalu panjang, tidak pula terlalu pendek. Rentang waktu 45-60 menit sudah memadai. Lebih dari itu guru dapat kehilangan momen diskusi. Biasanya setelah menonton film, pentonton harus mengembalikan kesadarannya ke “dunia nyata” sehingga tidak bergairah untuk berdiskusi
- Tingkat kesulitan bahasanya sesuai atau sedikit di atas kemampuan rata-rata siswa. Film yang terlalu sederhana dapat membosankan.
- Tidak mengandung unsur
pornografi (seperti kebanyakan film Holywood dan Bollywood) atau Guru
harus mengeditnya terlebih dulu. Kalau ada bagian yang tidak mungkin
dibuang (misalnya tokoh utamanya santriwati tapi tidak berjilbab dengan
benar) maka guru perlu memberikan pengertian sepanjang diperlukan. Ingat,
guru bertanggung jawab atas apa yang diberikannya pada siswa.
Suatu ketika saya salah memberikan film yang ternyata terdapat adegan “buka-bukaan” meskipun untuk bercanda. Hal ini terjadi karena saya hanya melihat bagian-bagian tertentu dari film tanpa menontonnya secara keseluruhan. Rupanya tidak ada produser film yang bisa dipercaya, kecuali Dedy Mizwar. Semoga Allah mengampuni saya, dan semoga anak-anak memaafkan saya. - Tidak mengandung pelecehan terhadap agama, terutama agama Islam. Di dalam film “Gadis berkerudung merah” misalnya, dikisahkan seorang santriwati diperkosa, namun sutradara rupanya tidak berminat memberikan hikmah kepada penonton bahwa perbuatan itu adalah salah, sehingga terkesan dibiarkan. Dalam film Sang pencerah misalnya, sekelompok orang berteriak “Allahu Akbar” saat melakukan anarkisme pembongkaran masjid/langgar, ini penting untuk dijelaskan oleh guru sebagai bentuk penyalahgunaan agama atas dorongan politik.
Berikut ini metode yang saya sarankan untuk dilakukan saat
hendak menyelenggarakan kelas “nonton film”.
- Guru perlu mempelajari situasi saat film pilihan tersebut dibuat, yakni kondisi sosial masyarakat atau situasi ekonomi dan politik negara yang bersangkutan. Dengan demikian guru dapat membuat:
a.
Catatan-catatan untuk disampaikan
sebelum pemutaran film dilakukan. Ini dapat membantu siswa memahami jalannya
cerita, terutama bila film yang dipilih memiliki kesenjangan waktu yang cukup
jauh (misalnya film tahun 80 an diputar untuk siswa yang lahir tahun 2000 an).
b.
Penjelasan mengenai
simbol-simbol yang ditampilkan dalam film. Misalnya andong (kereta kuda),
keris, baju tradisional, tata cara bicara (krama-ngoko), tempat-tempat
bersejarah, dan simbolisme lainnya.
- Guru meringkas isi ceritanya, untuk diberikan di akhir cerita, dan dibahas oleh siswa. Tentu saja penting untuk mendorong siswa yang aktif menguraikan apa yang dilihatnya dalam film tersebut. Untuk itu guru bisa memancing dengan pertanyaan:
a.
Siapa tokoh yang paling
kamu sukai? Kenapa?
b.
Adegan mana yang kamu
sukai? Yang lucu, menyedihkan, memberikan semangat, atau menginspirasi? Kenapa?
c.
Siapa tokoh yang berperan
penting dalam film tersebut? (biasanya siswa akan memahami pertanyaan ini
dengan “siapa tokoh utamanya?” jadi kembangkan pertanyaan sesuai tema cerita,
misalnya “siapa yang berperan penting dalam membantu KH. Ahmad Dahlan dalam
film Sang pencerah?”)
d.
Adakah adegan yang
bisu/sedikit sekali percakapannya namun memberikan arti yang cukup besar? Atau
sebaliknya, adakah percakapan yang panjang tapi tidak ada nilainya (sekedar
basa-basi/omong kosong/tidak menambah jalannya cerita)?
e.
Apa kata kunci dalam film
tersebut? Apakah “perubahan”, “kesibukan”, “kekonyolan”, “persahabatan”, “kesetiaan” atau ada kata kunci lainnya
menurut siswa? (Pertanyaan ini membantu siswa menarik tema utama)
f.
Apa kesimpulanmu mengenai
film tadi? (Inilah poin penting bagi pendidik, dimana kesimpulan harus didorong
kepada hikmah/pelajaran/nilai moral yang perlu diteladani/dihindari dalam
kehidupan sehari-hari siswa)
- Guru perlu merancang bentuk tindak lanjut yang searah dengan diskusi. Misalnya:
a.
Membuat laporan diskusi
yang disajikan secara tertulis atau dipresentasikan di depan kelas (per
kelompok)
b.
Membuat drama kecil yang
dilakukan secara berkelompok, mengambil tema-tema sederhana yang diangkat dari “kata
kunci”. Drama perlu dibatasi adegannya agar tidak melebar jadi siswa pun
belajar fokus meringkas percakapan dengan efektif.
c.
Membuat proyek film
kelas/sekolah. Guru melombakan naskah drama dengan kriteria tertentu kepada
siswa sekelas/satu sekolah untuk dijadikan pilihan.
Film pilihan yang inspirasional:
Tare Zamen Par, 3 idiots (harus diedit beberapa adegannya),
Sang Pencerah, Mulan (film kartun Walt Disney), the Messenger (Film tentang
Nabi Muhammad).
Film-film yang tidak direkomendasikan:
Sebagian besar fillm karya Hanung Bramantyo berbahaya
(seringkali mempromosikan pelecehan terhadap ajaran agama Islam), 13th
warriors (mengkisahkan seorang pahlawan Muslim tapi berzina), Kingdom of Heaven
(mengkisahkan penaklukan Palestina namun dari sudut pandang Nasrani).
0 comments:
Posting Komentar
Mohon saran dan kritiknya