Berita Terbaru :

Mengajarkan Toleransi di Sekolah (Pelajaran PKN)



Pengantar

(www.smkalfurqan.com) Bagian ini mungkin biasa disebut dengan “Cross Cultural Understanding”, terkadang ada pula orang yang menyebut dengan “Pluralisme” atau “Multikulturalisme”. Namun istilah baik pluralisme maupun multikulturalisme di Indonesia mengalami distorsi yang cukup fatal dimana kelompok-kelompok munafik seperti JIL (Jaringan Islam Liberal) memanfaatkannya sebagai propaganda untuk mendeligitimasi agama  Islam, membuat Islam jatuh di mata pemeluknya sendiri.

Itulah alasannya kaum Muslimin perlu menjaga untuk tidak terjebak dalam propaganda pluralisme dan multikulturalisme. Pembahasan mengenai hal tersebut cukup panjang, namun tidak pada tempatnya diuraikan disini, oleh karena itulah di dalam artikel kali ini digunakan kata “toleransi” saja.

Nah,
Bila sebuah komunitas terdapat berbagai anggota yang memiliki karakter yang sangat heterogen (bervariasi) maka perlu dilakukan pengenalan antara satu budaya dengan budaya lain. Perbedaan karakter itu bisa menyangkut apa saja, mulai dari suku, agama, ras, dan sebagainya. Perlu diingat SARA bukanlah hal yang tabu untuk dibicarakan, melainkan justru perlu untuk dikomunikasikan. Tanpa komunikasi kita malah tidak dapat saling mengenal dan apabila demikian, bagaimana kita akan dapat saling menghormati?

Pendekatan Polling

Pemimpin kelompok (Selanjutnya akan ditulis PK) yang bisa berarti guru, dosen, pemateri, atau ustadz, mengumpulkan poin-poin yang kemungkinan besar dapat menimbulkan konflik dalam interaksi antar anggotanya, dan membuat tabel seperti:
No.
Kejadian
B
S
TS
K
A
Dimana:

B             = Biasa
S              = Sopan
TS           = Tidak sopan
K             = Kasar
A             = Aneh/asing

Kemudian PK membuat pernyataan sebagai berikut:
1.        
Bersalaman dengan orang yang baru pertama kali bertemu





2.        
Mencium kedua pipi saat berpisah atau bertemu teman





3.        
Mentraktir teman ketika ada momen spesial





4.        
Terlambat saat ada janji





5.        
Terlambat ketika bekerja/sekolah





6.        
Membuang sampah di tempat umum





7.        
Kencing di tepi jalan/selokan/di bawah pohon/tempat terbuka





8.        
Memanggil orang dengan nama panggilannya





9.        
Menanyakan suku, ras, atau agama orang yang baru dikenal





10.    
Mengajak/mengundang merayakan hari raya kepada orang yang berbeda agama





11.    
Bagi suami untuk mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu, mencuci, mengepel, dan memasak





12.    
Bagi istri untuk menentukan hal penting dalam rumah tangga seperti memilih nama bayinya, menentukan tempat sekolah, pembelanjaan uang, dsb.





13.    
Memotong pembicaraan orang lain





14.    
Memberi hadiah kepada guru, atasan, atau pegawai negeri





15.    
Mengundang orang ke rumahmu





16.    
Tidak menjamu tamu





17.    
Meminta tamu pulang jika kamu sibuk atau sudah larut malam





18.    
Berargumen/berdebat dengan orang yang lebih tinggi kedudukannya





19.    
Berpakaian seksi atau bagi laki-laki terbuka bagian atasnya





20.    
Mengajak lawan jenis untuk makan malam






Tema di atas ada yang kabur, mungkin siswa akan bertanya maksud dari beberaa pertanyaan. Misalnya, pertanyaan nomor 13 “memotong pembicaraan orang lain” apakah orang lain yang dimaksud adalah teman, guru, orang tua, atau orang asing yang sebaya? Lalu apakah konteks pembicaraannya resmi atau santai?
Jangan memberikan keterangan rinci mengenai pertanyaan tersebut, biarkan siswa menjawab menurut apa yang paling sesuai dengan kondisinya. Pada sesi diskusi biarkan siswa mengutarakan alasan dia memilih pilihannya berikut dengan konteks (situasi/kondisi) yang dia bayangkan.

Pembahasan

1.       Mungkin waktu yang tersedia tidak akan cukup untuk membahas semua poin dalam satu pertemuan. Alangkah baiknya jika guru hanya memberikan pertanyaan secara bertahap. Mulai dari yang paling sederhana, dengan perkiraan tidak akan menyisakan pertanyaan yang belum dibahas.
2.       Sangat penting bagi guru untuk berpesan kepada siswa tidak menertawakan/mencemooh respon dari teman yang lain. Sebagaimana mereka pun tidak ingin ditertawakan/dicemooh. Ajaklah mereka untuk mengapresiasi, misalnya dengan cara bertepuk tangan setiap ada yang usai mengemukakan pendapatnya, baik salah maupun benar, karena ini dalam konteks belajar.
3.       Bila jumlah kelas cukup besar, maka dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mendiskusikan masing-masing topik. Lebih baik jika dalam satu kelompok latar belakang peserta/anggotanya beragam, sehingga memberikan pemahaman yang baru bagi yang lain. Di dalam tiap kelompok masing-masing orang akan mengutarakan pendapatnya misalnya, “menurutku nomor 2 itu tidak sopan.” Yang lain dapat merespon, “kenapa?” maka kita akan dapat berharap jawabannya adalah “karena agamaku melarangnya.” Pertanyaan dapat berlanjut, dan inilah saat untuk saling mengenal budaya yang berbeda. Oya, tepuk tangan!
Namun terkadang ada jawaban yang berbeda karena memang konteks yang dibayangkan pun lain, “nomor 2 itu sopan, ketika saya bertemu dengan sesama teman pengajian muslimah.” Ingat, tepuk tangan!
4.       Di akhir kelas, kurang lebih 5-10 menit, mintalah masing-masing wakil dari kelompok untuk memilih satu saja pertanyaan yang jawabannya sangat menarik. Misalnya, “mengundang orang ke rumah adalah hal yang aneh karena itu sangat menyusahkan (bagi orang Jepang).” Dan akhirilah dengan ucapan terima kasih atas partisipasinya dan… bertepuk tangan!

www.englishadvantage.info/lesson-plans/culture-shock/in-my-culture-its-normal
Share this Article on :

0 comments:

Posting Komentar

Mohon saran dan kritiknya


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Seluruh kebaikan dari situs ini boleh disebarluaskan tanpa harus mengutip sumber aslinya, karena pahala hanya dari Allah | Dikelola oleh © SMK Al-Furqan Jember.