Berita Terbaru :

Hiroshima Home Coming Day, Inaugurasi ala Kampus Jepang

Ustadz Gilig memegang kaligrafi bertuliskan HIROSHIMA yang ditulis sendiri dalam salah satu stand
(www.smkalfurqan.com) Ini adalah liputan ustadz Gilig Pradhana, mantan kepala SMK Al-Furqan Jember yang kini sedang menempuh tugas belajar di Jepang.

Sebuah Cara Memperkenalkan Lembaga Kepada Khalayak

Universitas Hiroshima mengemas acara inaugurasi dengan ajang daigakusai (festival kampus) sebagaimana yang lumrah diselenggarakan universitas di Jepang pada musim gugur. Even ini biasanya memakan waktu dua hari, diikuti oleh segenap civitas akademika untuk menampilkan kegembiraan menjadi mahasiswa. Apa saja itu?  Berikut ini adalah liputan perjalanan Gilig Pradhana, guru SMK Al-Furqan Jember yang mendapatkan kesempatan kedua mengikuti program pelatihan guru dari kementrian pendidikan, kebudayaan, dan olahraga Jepang (MEXT).

Luas kampus Hiroshima Timur kira-kira UNEJ dan POLTEK dijadikan satu. Memiliki 8 fakultas, 3 perpustakaan modern, dan 3 kantin dan koperasi mahasiswa yang murah meriah. Sebagai universitas yang lumayan dikenal seantero Jepang, kemodernan kampus ini bisa dibilang sangat terpadu, mengingat kartu mahasiswa (KTM)-nya saja merupakan kunci magnetik untuk mengakses perpustakaan, membuka pintu laboratorium, hingga bisa "diisi" uang untuk fotokopi, membeli makan siang di kantin atau belanja di koperasi kampus. Bagi yang tinggal di asrama kampus, kehilangan KTM sama saja kehilangan kunci rumah, yang tidak bisa dibuka tanpa KTM pada jam malam. Tentu saja itu bisa kita wujudkan di Indonesia kalau antar unit dikelola dalam satu manajemen terpadu. Saya rasa hal ini pasti membutuhkan biaya yang tidak sedikit, namun yang lebih penting adalah kebersamaan untuk mencapai tujuan demi kepentingan semua.

Failitas olah raga merupakan elemen yang sangat menggairahkan kegiatan mahasiswa. Puluhan "ekstra kurikuler" yang dikelola mandiri mahasiswa dalam bentuk klub (kalau di Indonesia UKM) meramaikan lapangan-lapangan tenis, gedung olah raga, lapangan berkuda, dojo bela diri, panahan, hingga bisbol. Olah raga yang terakhir ini adalah yang paling ramai setara dengan sepakbolanya Indonesia. Kalau berjalan-jalan di sore hari melintasi markas salah satu klub, pasti akan terdengar teriakan-teriakan khas Jepang  untuk menyemangati rekan sepermainan.

Hari pertama bunkasai jatuh pada hari Sabtu, yang sebagaimana di Indonesia, merupakan hari libur kampus. Bedanya, jam kantor biasanya dibuka jam 09.00 dan berakhir jam 17.00. Kampus menggelar tenda-tenda putih dan kursi-kursi di tiga lokasi terpisah di dalam kampus, setiap lokasi merupakan gabungan dari beberapa fakultas terdekat. Jalanan kampus yang normalnya berseliweran sepeda kini penuh pengunjung. Masing-masing tenda merupakan stand penjualan makanan seperti mi udon (dari tepung), mi soba (dari gandum), daging bakar, kerang bakar, tentu saja ada ikan tapi disate. Meskipun aroma makanan berkeliaran menggelitik hidung, tapi nyaris tidak ada pilihan kecuali sayuran atau makanan laut. Namun akhirnya di pojok terdapat stand dari Mesir yang menjual daging halal dan antriannya panjang sekali. Mahasiswa Jepang pun mengantri di sana. Mungkin sekedar ingin menjajal hidangan asing. Bahkan kru TV lokal yang tadinya meliput tak urung juga menimbrung dalam antrian. Meskipun asing, namun begitu melihat orang yang terlihat Muslim, para pelayan stand Mesir ini tak sungkan memberikan diskon dan sapa ramah, "This discount is because you are a Muslim".

Klub-klub mahasiswa tidak ketinggalan unjuk gigi di beberapa lokasi terpisah. Klub Kendo memamerkan pertandingan bela diri tangan kosong, pedang kayu, dan tongkat. Klub menyanyi berlomba-lomba menampilkan acapella dari berbagai kelompok. Ada juga stand yang tidak jelas karena cuma memamerkan beberapa batang kayu dan alat pasrah kayu. Mereka "menantang" pengunjung untuk menghasilkan pasrahan kayu yang panjang tak terpotong. Menarik juga.

Stand tertentu memanfaatkan kesempatan untuk merekrut sukarelawan untuk kegiatan sosial, donor darah, melakukan survey, dan masih banyak lagi. Benar-benar seperti pasar malam! Uniknya, panitia menyediakan peta lokasi yang apabila pengunjung meminta stempel di pos-pos yang tersebar di seluruh lokasi, maka mereka bisa menukarkan peta berstempel tersebut dengan berbagai macam hadiah doorprize.
Berhubung saya adalah guru, saya kemudian lebih banyak berkeliling di Fakultas Pendidikan. Mahasiswanya menyediakan satu panggung terbuka yang mengundang anak-anak SD untuk bermain drama. Para mahasiswa menyajikan sandiwara tradisional dan tebak-tebakan dengan pengunjung kecilnya sementara orang tua mereka memperhatikan dari bangku penonton. Tentu saja bila berhasil mereka akan mendapatkan hadiah berupa: stempel di peta mereka.

Seluruh ruang kelas seolah menjadi arena bermain anak-anak di fakultas pendidikan. Ada kelas yang disetting seperti tempat bowling, dengan bola karet, pin-nya dari botol bergambar kartun-kartun lucu, dalam jalur berdinding karton warna-warni. Ada kelas dongeng, dengan gambar-gambar seukuran anak SD dibuat tegak berdiri dari kardus. Kakak mahasiswanya akan bercerita dan berperan sebagai tokoh dalam dongeng. Ada pula kelas keterampilan, yang menampilkan karya seni dari mozaik kertas, dan mengajak pengunjung kecilnya untuk merajut benang. Tiba-tiba terdengar kegaduhan dari sebuah kelas, anak-anak kecil berteriak ketakutan. Ternyata itu adalah kelas "obake", ruangannya ditutupi kain hitam pekat sehingga gelap membutakan anak-anak yang masuk ke labirin, sambil sesekali kakak mahasiswa menggoda mereka dengan pakaian hantu. Bagian yang cukup kreatif adalah kelas "pitagorasuici", yakni menampilkan sebuah permainan menggulirkan bola melalui benda-benda rakitan supaya sampai di tujuan. Butuh keterampilan dan keuletan untuk sekedar menyusun jalur yang harus ditempuh bola tersebut karena setelah dilepas, bola itu harus dapat mencapai tujuan tanpa disentuh tangan.

Seluruh rangkaian acara terlalu banyak untuk dapat dijelajahi dalam satu hari. Jelas sekali bahwa anak-anak itu bukanlah keluarga civitas akademika. Mereka adalah warga kota sekitar universitas yang diantar orang tuanya sekedar untuk ikut merasakan kesenangan bermain bersama kakak-kakak mahasiswa di kampus. Cara yang sederhana dan menyenangkan untuk mendekatkan diri ke masyarakat bukan?

Seusai mendapatkan banyak stempel dari berbagai kelas, anak-anak dapat menukarkannya dengan hadiah sesuai jumlah stempel yang didapat. Disini baru terpikirkan kenapa hadiahnya tidak langsung diberikan seusai tiap permainan? Pelajarannya adalah untuk mendapatkan kesuksesan harus melalui proses perjuangan yang panjang, tidak ada cara yang instan, meskipun untuk sebuah hadiah yang sederhana, tapi kebanggaannya luar biasa.

Artikel dengan gambar-gambar berbeda tersedia dalam file DOCX berikut ini.
Share this Article on :

0 comments:

Posting Komentar

Mohon saran dan kritiknya


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Seluruh kebaikan dari situs ini boleh disebarluaskan tanpa harus mengutip sumber aslinya, karena pahala hanya dari Allah | Dikelola oleh © SMK Al-Furqan Jember.