Berita Terbaru :

Gimana Caranya Mengatasi Stres Murid, bu Guru?


APA SIH STRES ITU?

(www.smkalfurqan.com) Biasanya menjelang ujian siswa stres, tugas lupa dikerjakan bisa stres, datang terlambat mendadak stres, diputus pacar, stres, ah… kalau yang terakhir mah salah sendiri. Pacaran kan perbuatan dosa, beruntung kamu diputus, jadi nggak numpuk terus dosanya! Eh, kok jadi membahas ini?

Stres itu tidak disebabkan oleh kejadian yang menimpa siswa. Dengan kata lain kamu stres bukan gara-gara ada ujian sekolah, tugas dan PR yang menumpuk, bukan pula terlambat datang ke sekolah. Bahkan tidak pula karena hukuman lho. Tidak secara langsung maksudnya…

Stres itu muncul dari dalam, yakni persepsi kamu terhadap kejadian-kejadian tersebut. Kalau kamu menghadapi suatu masalah lalu kamu berpikir negatif/buruk terhadap hal tersebut, maka kamu akan merasa tertekan, gelisah, atau tidak tenang.

Jadi stres itu gara-gara kita berpikir terlalu buruk tentang sesuatu

Banyak tanda-tanda stres, misalnya sakit perut, keringat dingin, jantung berdebar, dan sebagainya. Tapi itu nggak begitu penting ah. Yang penting kan kamu tahu cara mengatasinya.

Kamu akan merasa stres kalau kamu tidak yakin akan bisa mengatasi masalah yang menimpa. Masalah itu bisa berupa:
·         Situasi (misalnya jalan yang sepi dan gelap dekat hutan dan kuburan, hih! Nggak ada contoh yang lain apa? Oke, oke, misalnya saat hendak berangkat wawancara pekerjaan),
·         Orang lain (misalnya orang tua yang menunggu kepulangan kamu sementara kamu terlambat 1 bulan, ini terlambat apaan sih?),
·         Kejadian (misalnya kamu mendapatkan nilai terendah sekelas, padahal itu baru di kelasnya anak TK, parah banget bo!)
·         Dan lain-lain (pokoknya diingat-ingat ya, saat dimana kamu merasa tidak berguna! Tidak becus! Rendah!)
Murid
Pak Guru ini kok malah nambahi stresnya saya ya?
Gilig Guru
Maaf, maaf, tapi kamu malah tersenyum kan?
Murid
Iya sih… tapi cepetan dong pak, dibahas yang serius.
Gilig Guru
Okeh! Siap?


PENYEBAB STRES


1.      Kelewat menyalahkan diri sendiri
Saat kita mengintrospeksi, menilai diri sendiri, kita berpikir mengenai apa yang sudah kita lakukan, lalu menilai apakah kita telah berpikir, berkata, atau bertindak semestinya. Wajar kalau kita menilai diri kita salah. Misalnya muncul pikiran, “Ah, seharusnya tadi aku tidak mengatakan itu, semestinya tadi aku melakukan ini.” Hal ini bagus, untuk perbaikan di esok hari.
Tapi orang stres biasanya berlebihan, “Ah, kacau dah! Aku memang bodoh, tidak  berguna! Semua ini gara-gara aku.” Orang stres membebankan semua kesalahan di pundaknya sendiri, biasanya pada saat yang sama dia menganggap semua keberhasilan miliknya orang lain.
Ketika hal ini menjadi terlalu kritis, maka orang stres akan menjadi rendah diri, dan tidak mampu melihat jalan keluar dari permasalahan.
Supaya nggak sampai kritis, sesekali salahkan orang lain juga? Ho… ya nggak gitu. Lihatlah pekerjaannya, apakah ada orang lain yang diberi tanggung jawab yang sama? Bersih-bersih kelas, misalnya, bukan cuma tugas ketua kelas. Tapi seluruh anggota kelas. Jadi kalau guru memarahi ketua kelas gara-gara kelasnya kotor, ketua kelasnya lebih baik minta ijin memarahinya di kelas saja, pas kumpul semuanya.
2.      Kehilangan Percaya Diri, Bahkan Nggak Mengenali Diri Sendiri
Saat mengalami stres, kamu mungkin akan kehilangan rasa percaya diri. Bahkan seolah-olah kamu bukan dirimu lagi. "Saya nggak bisa memberitahu teman saya mengenai perasaan saya." Padahal dicoba pun tidak! Akibatnya cenderung menilai rendah diri sendiri, "Wajar saja dia berbuat begitu. Apa yang dilakukannya itu memang karena salah saya."
Hal ini diperparah lagi, ketika stres, kamu tidak bisa mengambil solusi untuk meringankan masalahmu apalagi mengeluarkanmu dari sana. Bahkan menganggap bahwa dirinya tidak memiliki kemamuan untuk memecahkan masalah.
Jika anggapan itu benar-benar nyata, maka kamu yang dilanda stres juga akan mengira anggapan negatif lainnya juga nyata. Akibatnya kamu akan memiliki daftar panjang "Hal-hal yang nggak bisa aku lakukan" atau "Kesalahan-kesalahan yang aku lakukan selama ini".
3.      Mengintrospeksi Pengalaman Hidup

Meskipun kamu punya banyak hal-hal positif selama hidupmu, di saat stres yang positif tertutup dengan yang negatif. Misalnya saat bertamasya seminggu, yang kamu ingat cuma yang sehari hujan. Mengenang masa sekolah yang panjang, lebih dominan teringat masa-masa kamu dipermalukan guru atau teman di sekolah, padahal ada banyak kenangan manis lainnya. Jadi saat ada salah satu yang salah, orang stres menilai semuanya salah. Ini akan mengakibatkan pengalamanmu terasa pahit.

Ini adalah penilaian yang tidak realistis, alias berlebihan. Hidup nggak mungkin sempurna seperti impian kita. Kalau kamu selalu mengharapkan kesempurnaan, atau perfeksionis, dijamin kamu akan sering capek dan kecewa. Kamu perlu membangun kembali rasa tawakkal, yakni dengan meyakini rukun iman yang ke-6. Cobalah untuk memilah mana yang kamu harapkan dengan yang kamu butuhkan.

Jangan terlalu khawatir. Biasanya yang tidak terlalu berhasil itu masalah-masalah kecil, yang tidak terlalu berpengaruh kepada masa depanmu, atau bahkan akhiratmu. Kamu pasti bisa mencari jalan keluar, bangkit, dan memulai lagi dengan semangat yang lebih baik. Jangan sampai kehilangan harapan.

4.      Ngomong Sendiri

Ngomong sendiri itu bukan selalu berbicara (dengan suara) dan ditanggapi (dengan suara) oleh diri sendiri, namun bisa juga saat berpikir, kamu melakukan tanya-jawab dengan "dirimu yang lain" untuk menetapkan keputusan atau pilihan. Kamu mungkin akan bertanya, "Kemarin kamu sudah gagal, sekarang mau diulangi?" Lalu "kamu" yang lain menjawab, "Kalau kamu semangat, pasti bisa!" Tapi yang pertama memperingatkan, "Lebih baik kamu tanya dulu ke orang yang kamu percayai."

Begitulah pembicaraan itu terjadi hanya dalam pikiran, dan ini sangat normal, sama sekali bukan hal yang aneh. Malah ini bisa mendorong kita untuk menyemangati diri, "Kamu bisa! Kamu pasti bisa!" Asalkan yang muncul bukan pembicaraan yang negatif, yang melemahkan semangat, "Aku tidak bisa melakukan ini! Pasti aku akan gagal lagi."

5.      Kesan Reaksioner

Kesan reaksioner muncul secara otomatis saat kita memunculkan kesan yang sama terus-menerus. Kesan tersebut bisa negatif bisa juga positif. Cuma, bila kesan yang muncul terus-menerus negatif, maka akan muncul masalah. Dan karena masalahnya hanya ada pada "kesan" pribadimu, maka kamu dapat menjadi stres.

Misalnya, apakah kamu selalu menganggap orang lain tidak menyukai gagasanmu? Jikalau demikian, andaikata orang tersenyum saat mendengarkanmu, kamu akan menganggapnya "mengejek" dan bukannya "menghargai". Padahal kenyataannya bisa jadi jauh berbeda. Kesan reaksioner yang negatif ini akan sulit hilang manakala kamu sendiri menikmatinya. "Tuh, kan, dia nggak suka. Senyumnya mengejek begitu. Apa kubilang tadi?"

6.      Harapan yang Mustahil

Kadang-kadang stres juga muncul akibat kita berharap terlalu tinggi, atau menyimpang. Misalnya:
  • Saya akan bahagia kalau semua orang menyukai saya - padahal pasti ada yang tidak suka
  • Musibah tidak akan menimpa orang baik - Nabi malah mendapat musibah yang paling besar
  • Orang jahat pasti tidak akan mendapat kenikmatan - Allah membagikan rizki menurut kehendak-Nya
  • Kalau saya bekerja keras, maka saya pasti akan kaya - Kesuksesan tidak selalu dalam bentuk harta kekayaan. 
Untuk nomor enam ini, berkaitan sekali dengan masalah rizki, yang penjelasannya sangat banyak dari Al-Qur'an dan Hadits. So, semangat mencari ilmunya yah! Karena penting sekali, setelah kamu mempelajarinya, maka harapanmu akan menjadi realistis, dan itu membuatmu merasa mudah sekali mewujudkannya!

[Bersambung ke bagian 2]

Share this Article on :

0 comments:

Posting Komentar

Mohon saran dan kritiknya


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Seluruh kebaikan dari situs ini boleh disebarluaskan tanpa harus mengutip sumber aslinya, karena pahala hanya dari Allah | Dikelola oleh © SMK Al-Furqan Jember.