Berita Terbaru :

Download Buletin Sekolah KIS Edisi 9: Apa Bukti Iman?

Download versi DOCX atau PDF

Setiap khutbah Jum’at, khotib mengingatkan kita, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS Ali Imron 102)
  1. Yang dipanggil adalah kaum beriman
  2. Diajak bertaqwa
  3. Bertaqwanya harus benar
  4. Dilarang mati kecuali Muslim

Apa maksud ayat ini? 
Allah subhanahu wata’ala mewajibkan orang beriman untuk bertaqwa, padahal yang bisa bertaqwa cuma Mukmin. Tidak mungkin orang kafir mau bertaqwa. 

Ini agar kita tidak mengira bahwa menjadi Muslim cukup hanya dengan bersyahadat lalu yakin pasti masuk surga tanpa beramal sholih. Agar kita tidak mengentengkan bahwa setelah beriman masih ada kewajiban membuktikan iman tersebut dengan cara bertaqwa. 

Iman kita bisa naik dan turun. Iman kita naik apabila kita bertaqwa, dan turun apabila bermaksiat. 
Iman dalam hati (qolbu) perlu dibuktikan dengan perkataan (lisan) dan perbuatan, tidak cukup diyakini dalam hati saja. Makanya orang beriman pastilah tutur kata dan perbuatannya akan mencerminkan keimanannya itu.

Bertaqwa yang benar
Bertaqwa yakni menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sebaliknya, maksiat adalah mengerjakan yang dilarang-Nya, dan meninggalkan yang diperintah-Nya. 

Contohnya, sholat 5 waktu, puasa Romadhon, dan zakat semua itu hukumnya wajib bagi setiap Muslim. Orang yang mengerjakan semuanya itulah disebut orang bertaqwa. Orang yang meninggalkan salah satunya (tanpa alasan yang syar’i) maka dia telah bermaksiat. 

Semakin banyak maksiat, semakin jauh dari Allah, dan semakin turun imannya. Dan apabila imannya telah habis, dia bisa jatuh kafir atau bisa juga murtad, keluar dari agama Islam. Na’udzubillahi min dzalik (Kita berlindung pada Allah agar jauh dari hal itu).

Mati dalam keadaan Muslim
Itulah yang dilarang Allah, yakni menjadi kafir atau murtad. Manusia pasti mati, dan yang menentukan itu hanyalah Allah azza wajalla. Dengan perintah “Janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim” Allah mengajak kita menjaga keimanan itu setiap saat sampai mati sekalipun.

Jangan sampai kita berbuat maksiat, apalagi mengulangnya terus-menerus, sehingga menyebabkan kaum Muslimin berpaling dari agama Allah, kemudian berbuat syirik, dan akhirnya mengingkari Allah (kafir) atau berpindah agama (murtad).

Contohnya Allah subhanahu wata’ala melarang kita untuk melihat aurot orang lain. Tapi, bagaimana mungkin kita tidak melihat aurot orang lain, kalau banyak wanita mempertontonkan (maaf) pahanya di tempat umum? Oleh karena itulah Allah juga mewajibkan perempuan untuk berjilbab yang benar.

Namun ternyata masih ada yang suka pamer aurot dan kecantikan, bahkan beralasan bahwa hal tersebut adalah karunia Tuhan yang harus disyukuri dengan cara “menyenangkan orang lain”. Ketika disampaikan firman Allah QS An-nuur 31 dan QS Al-Ahzab 59, bahkan sampai ada yang mengatakan “jilbab itu hanyalah budaya Arab.” Padahal jelas-jelas itu adalah perintah Allah kepada semua kaum Muslimin.
Mereka tidak hanya meninggalkan perintah berjilbab, namun juga menyebabkan orang lain terjerumus dalam maksiat (memandangi aurot), bahkan mereka mengira hal tersebut adalah baik (dianggap bersyukur). Puncaknya mereka mengingkari ayat Allah. Inilah contoh bahwa dari kemaksiatan yang dianggap kecil bisa berujung kepada kekufuran (kafir).

Islam yang Kaffah (total)
Kita tidak ingin menjadi Muslim yang setengah-setengah. Karena tidak ada pekerjaan yang bisa selesai, yang berhasil, yang baik kalau hanya dikerjakan setengah-setengah. Kita harus total ber-Islam.

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” QS Al Baqoroh 208)
Kalau memang begitu, maka kita tidak boleh membeda-bedakan perintah dan larangan Allah. Syariat Islam itu semuanya penting, dan semuanya harus dikerjakan kalau ingin Allah ridho (senang) kepada kita. Sebab kalau Allah ridho tempatnya adalah surga, kalau Allah tidak ridho, maka tentu saja tempatnya adalah neraka. Na’udzu billahi min dzalik.

Jangan sampai beranggapan bahwa menunaikan satu kewajiban itu berarti sama dengan menggugurkan kewajiban yang lain.

Kalau sudah membaca syahadat, dikira sudah langsung masuk surga tanpa perlu sholat. Padahal Nabi Muhammad sholallahu ‘alayhi wassalam adalah teladan yang selalu menunaikan sholat. Jangan sampai mengatakan “yang penting sholat, meskipun tidak berjilbab/menutup aurot tidak apa-apa.” Atau kewajiban-kewajiban lain seperti mengkaji Islam, berdakwah, berjihad, menegakkan syariat Islam, semuanya adalah kewajiban yang sama-sama akan dipertanggungjawab-kan di hadapan Allah kelak di akhirat. 
Ternyata masih banyak PR kita untuk beriman dan bertaqwa. Tidak heran bila terus-menerus diingatkan dalam khutbah. Ternyata kita yang belum mengerti, atau sudah mengerti tapi belum mengamalkan, atau sudah beramal tapi tidak istiqomah (ajeg).

Lalu menunggu apa lagi? Apakah kita bisa menjamin mati dalam keadaan Muslim? Kalau tidak, maka marilah berlomba-lomba mencari tempat belajar agama, mencari ustadz yang bisa mengajari ajaran Allah, mencari kawan yang akan mendukung kita menjadi Muslim sejati. Allahu Akbar!
Share this Article on :

0 comments:

Posting Komentar

Mohon saran dan kritiknya


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Seluruh kebaikan dari situs ini boleh disebarluaskan tanpa harus mengutip sumber aslinya, karena pahala hanya dari Allah | Dikelola oleh © SMK Al-Furqan Jember.