Ada Pemurtadan di IAIN?
Mahasiswa IAIN Semarang dalam Misa Natal |
(SMKAF) Pengalaman-pengalaman yang buruk terjadi dan
berulang-ulang di IAIN, sebuah institusi pendidikan Islam yang seharusnya
mendidik untuk menegakkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, namun di lapangan yang
terjadi justru sebaliknya; baik dosen maupun mahasiswa kerap terlibat dalam
perbuatan yang melecehkan kedua pedoman kaum Muslimin ini.
Mulai dari kegiatan ospek mahasiswa IAIN
Sunan Gunung Jati Bandung yang menyambut mahasiswa baru di, “Area Bebas Tuhan”,
pekikan orator yang sangat kotor mengajak mahasiswa untuk, “berdzikir bersama Anjing-hu
Akbar!”, dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya, Sulhawi, yang menginjak kertas
bertuliskan lafadz Allah, yang kemudian diikuti oleh seorang dosen STAIN Jember
yang menghapus lafadz Allah di papan tulis dengan sepatunya, kuliah-kuliah yang
menyerukan bolehnya pernikahan homoseks dan lesbian seperti yang dilakukan Siti
Musdah Mulia dosen UIN Syarif Hidayatullah, dan berbagai macam pelecehan
terhadap agama Islam seolah tersistem di institut yang memiliki cukup banyak
cabang di Indonesia ini. Terakhir, di bulan Desember 2012 kemarin belasan
mahasiswa IAIN Semarang bersama dosennya menghadiri Misa Malam Natal di Gereja
Katolik Kebon Dalem dan turut beribadah di dalamnya. Kita tidak pernah mengira,
bahwa sekedar ucapan selamat natal bisa saja berakhir seperti ini, bahkan tidak
menutup kemungkinan akan berujung kepada pemurtadan! Na’udzubillahi min
dzalik.
Praktik pencampuradukan agama ini bisa
lolos dari penjagaan masyarakat karena selama ini paham pluralisme telah
berhasil menyebar melalui kedok toleransi, atau misi kerukunan ummat beragama,
sehingga kemaksiatan yang telah dijelas ditolak oleh Allah swt dalam surat
Al-Kafirun masih tetap dilanggar dan malah dibudayakan. Katakanlah bahwa
kejadian tersebut hanyalah dilakukan oleh segelintir oknum yang tidak
bertanggungjawab, namun kehadiran satu dosen saja yang menyebarkan paham
sepilis dapat merusak satu generasi. Terlebih lagi bila dosen tersebut
dilindungi oleh sistem di dalam kampus.
Bagaimana hal ini dapat terjadi tak
lepas dari desain Harun Nasution yang memang sejak awal mendesain IAIN
sebagai induk yang akan melahirkan akademisi-akademisi berpenyakit sepilis yang
akan bekerja sebagai pendidik di sekolah-sekolah Islam di penjuru negeri. Karyanya,
“Islam ditinjau dari berbagai Aspek” dijadikan sebagai buku panduan IAIN
sejak lama. Setelah sekian dekade berlalu, bukan tidak mungkin beberapa
lulusannya telah bekerja di sekolah anda dan mengajarkan sekulerisme,
pluralisme, dan liberalisme (sepilis) —paham yang sudah dinyatakan sesat oleh
MUI— kepada murid-murid SD, SMP, atau SMA yang polos itu.
Mulai Menyusup Ke Sekolah
Kurikulum sepilis masuk melalui berbagai mata
pelajaran namun yang paling kental justru dikemas melalui pelajaran ideologis
seperti PKn, IPS, atau bahkan PAI. Kalau kita tidak berhati-hati menyeleksi
buku-buku pelajaran, bisa jadi paham-paham sesat itu telah tersusun di rak-rak
buku anak-anak kita. Agar tidak nampak mencolok, muatan sepilis diberikan dalam
bentuk samar seperti “toleransi beragama”, “multikulturalisme”, “demokrasi”, “nasionalisme”,
disamping penghilangan muatan-muatan keislaman seperti “ekonomi syariah” diganti
ekonomi kapitalis, “hukum Islam” digantikan hukum positif, “ukhuwah islamiyyah”
dikalahkan oleh ukhuwah basyariyah (kebangsaan), sistem politik khilafah dihapuskan
oleh sistem presidensil atau parlementer dan sebagainya.
Kita ambil beberapa contoh. Di beberapa
buku IPS yang mengulas sejarah Turki, disana dituliskan Mustafa Kemal sebagai “Attaturk”,
bapak Turki yang memerdekakan negaranya. Padahal jika kaum Muslimin kritis
justru Kemal adalah antek Inggris yang memecah belah Islam, dan kemerdekaan
yang dimaksud adalah pemberontakan terhadap negara Islam. Pemutarbalikan fakta
semacam ini didapatkan dari cara pandang Barat yang mendiktekan kurikulumnya
dalam silabus IPS.
Contoh lainnya, di dalam pelajaran IPS
pula, tidak terdapat ulasan mengenai ekonomi Islam sama sekali. Sebagaimana
dalam pelajaran PKn, tidak terdapat pembahasan mengenai sistem pemerintahan
Islam. Dengan demikian, generasi muda ummat Islam justru tidak mengenal bagaimana
hidup secara Islami dalam bermuamalah, berjual-beli, bertransaksi, dan
bernegara. Yang ada justru konsep-konsep Barat yang bertentangan dengan Islam
seperti riba (bunga bank) dalam ekonomi.
Bahaya penyusupan muatan sepilis ini
tentu akan sulit dibendung apabila pihak sekolah selaku penanggung jawab
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di sekolah tidak memiliki visi
keislaman yang kuat. Sekolah yang tidak memiliki guru-guru yang visioner akan
kesulitan menyeleksi buku-buku pegangan bagi muridnya. Buku yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan bisa saja beredar atas seijin guru, seperti yang terkuak
beberapa waktu yang lalu, yakni Lembar Kerja Siswa (LKS) Bahasa Inggris memuat
foto artis porno di dalamnya. Beruntunglah hal ini tercium sehingga LKS tersebut
ditarik dari peredaran.
Siapa di Balik Semua Ini?
Kita tidak pernah tahu siapa yang menjadi dalang dari
semua usaha menyesatkan ummat Islam ini. Bisa saja berasal dari satu sumber
atau banyak sumber, bisa saja mereka saling bekerja sama atau kebetulan
sama-sama bertujuan menghancurkan kaum Muslimin. Namun kita tetap memiliki
keyakinan bahwa, “Orang-orang Yahudi dan
Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (QS Al Baqoroh
120).
Rosulullah bersabda, “Kalian akan mengikuti perilaku umat-umat
sebelum kalian satu jengkal demi satu jengkal dan satu hasta demi satu hasta,
hingga sekiranya mereka masuk ke lubang biawak sekalipun kalian akan memasuki lubang yangsama itu, atau
kalian mengikuti tindakan mereka itu.” Sahabat bertanya, “siapakah yang dimaksud dengan 'mereka' itu?
Apakah Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab, “Siapa
lagi kalau bukan mereka?”
Jadi akan selalu ada kelompok atau bahkan ummat yang memusuhi
Islam dan kaumnya dan berusaha menjauhkan kita dari ketaatan kepada Allah dan
Rosul-Nya, bahkan jikalau sanggup mereka juga akan berusaha memurtadkan kita. Kini,
yang bisa kita lakukan adalah membentengi generasi muda kita, dengan lebih
selektif memilah buku yang pantas mereka baca. Akan lebih baik apabila
guru-guru anak-anak kita sendiri yang menulis dan menerbitkan buku tersebut
untuk dikonsumsi di sekolah. Tentunya untuk itu kita terlebih dulu memilihkan
sekolah Islam yang bermutu bagi mereka.
Beberapa Jalan Keluar
Di sini terdapat beberapa solusi guna menanggulangi
penyusupan paham sesat, seperti sekulerisme, pluralisme, liberalisme,
demokrasi, nasionalisme ke dalam sekolah. Antara lain:
1.
Sekolah lebih
selektif memilih guru. Disarankan guru-guru yang direkrut memiliki pendidikan
yang memadai dalam hal keislaman, misalnya mampu membaca Al-Qur’an, memiliki
aqidah yang lurus, atau bahkan sewaktu sekolah/kuliah sering aktif dalam
kegiatan kerohanian islam atau remaja masjid. Syukur-syukur bila mereka masih
aktif dalam keorganisasian Islam hingga saat mereka melamar pekerjaan.
Guru-guru aktivis adalah sosok yang tangguh, mereka telah teruji dalam berbagai
kegiatan dakwah, sehingga lebih dapat diandalkan daripada “guru pabrikan”,
yakni guru yang lulus dari pabrik guru FKIP atau IKIP sementara mereka tidak
pernah mengenyam perjuangan dakwah. Tentu saja, ini tidak berarti semua lulusan
FKIP atau IKIP tidak bermutu, kita hanya perlu lebih memperketat seleksinya
saja.
2.
Sekolah
menerbitkan sendiri buku pegangan murid. Guru-guru yang menulis sendiri
buku-bukunya akan lebih terpercaya ketimbang penerbit yang kita tidak
mengetahui motif penulisannya atau latar belakang penulisnya. Selain lebih
aman, guru-guru juga akan mendapat lebih banyak keuntungan dari hasil penjualan
buku kepada murid. Hal ini dilakukan oleh Pondok Pesantren ternama di
Indonesia, Gontor. Murid akan lebih menghormati sosok guru saat mereka memegang
hasil karya guru-gurunya sendiri. Guru-guru juga akan dapat lebih berwibawa
karena mereka akan dapat lebih mandiri, tidak menggantungkan kebijakan
mengajarnya kepada SPP murid..
3.
Buku-buku yang
telanjur dipakai padahal di dalamnya terdapat muatan sepilis perlu diberikan
rambu-rambu oleh guru. Misalnya pada saat mengajarkan sistem uang kertas dalam
pelajaran IPS, guru bisa mengkomparasikannya dengan sistem uang emas yang
menjadi ciri khas peradaban Islam. Saat membahas zaman manusia pra-sejarah,
guru harus menjelaskan bahwa jenis-jenis manusia tersebut hanyalah “teori
evolusi” yang bertentangan dengan aqidah Islam.
Dengan demikian dapat kita lihat betapa pentingnya
posisi guru sebagai penjaga aqidah anak-anak kita, generasi Muslim yang menjadi
tumpuan harapan ummat Islam. Maka marilah kita muliakan mereka!
0 comments:
Posting Komentar
Mohon saran dan kritiknya