Definisi Disiplin
Pertanyaannya,
apakah kedisiplinan itu? Jikalau kedisiplinan diterjemahkan hanya sebagai
ketaatan murid kepada peraturan yang berlaku, dikhawatirkan murid akan ketaatan
semu yakni bersikap manis di depan guru namun memberontak di belakangnya. Butuh
pengertian yang lebih sesuai tentang arti kedisiplinan agar tercapai sebuah
mutu yang sesuai harapan.
Dari
sini Saya menerjemahkan disiplin sebagai kesadaran untuk bersikap terbaik,
dimana terdapat faktor internal dalam diri murid untuk menampilkan karakter dan
perbuatan yang terbaik bagi dirinya dan bagi lingkungan sekolah. Dalam konteks
sekolah Islam, sikap terbaik tentunya adalah sikap yang sesuai dengan Al-Qur’an
dan As-Sunnah, atau akhlakul karimah.
Sekolah
dalam membuat peraturan-peraturan perlu pertama kali untuk menyandarkan
ukurannya kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Apakah suatu perbuatan dianggap
pantas atau tidak, harus bertolak dari patokan ini. Bila terdapat perbedaan
nilai, antara yang berlaku di masyarakat dengan yang diperintahkan dalam Islam,
maka yang harus menjadi patokan utama tetaplah Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan
pendapat masyarakat. Misalnya, ukuran kesopanan dalam berpakaian bagi murid
perempuan, di masyarakat Indonesia rok panjang sudah mencukupi apabila melebihi
lutut, sedangkan baju lengan pendek masih dianggap sopan. Namun demikian tidak
demikian bagi sekolah Islam. Sebab telah jelas di dalam Al-Qur’an Surat An-Nuur
ayat 31 dan Al-Ahzab ayat 59 bahwa setiap perempuan yang telah baligh
(cukup umur) diwajibkan menutup aurot. Nah, kriteria aurot dan penutupnya juga
telah detil dibahas dalam berbagai kitab fikih sehingga tidak terdapat
kerancuan lagi. Singkatnya, pakaian pendek yang oleh masyarakat masih dianggap
sopan, ternyata oleh syariat Islam dihukumi haram. Maka peraturan sekolah
seharusnya melarang pakaian yang demikian, sekaligus mendidik murid dan
masyarakat (terutama keluarga murid) untuk berpakaian sesuai syariat Islam.
Tujuan Perumusan Peraturan Sekolah
Sangat
disayangkan bila peraturan sekolah dibuat hanya untuk menaikkan citra sekolah.
Peraturan macam apakah itu? Mari kita simak, di sebuah perguruan tinggi
terdapat peraturan yang melarang mahasiswa mengikuti kelas apabila terlambat
lebih dari 5 menit. Apa tujuan peraturan semacam ini? Bagaimana mungkin ada
aturan dibuat dengan mengorbankan hak belajar bagi pelajarnya. Bukankah lebih
baik apabila peraturan tersebut dibuat dengan memberikan sanksi lain bagi
pelajar yang terlambat namun tetap memberikan haknya untuk mengikuti
perkuliahan? Suruhlah mahasiswa tersebut menyapu, mengepel, mengerjakan tugas,
atau apapun asal jangan menyuruhnya pulang setelah jauh-jauh dia berusaha
datang ke kelas.
Yang
lebih konyol, di perguruan tinggi yang sama, peraturan yang sama dibuat untuk
dosennya. Yakni apabila dosen terlambat lebih dari lima menit, maka kelas
dinyatakan bubar, mahasiswa boleh pulang ke rumah. Puncak kekonyolannya adalah
setelah mendengar peraturan tersebut diumumkan, mahasiswa bersorak gembira
seolah meraih kemenangan. Apa tujuan peraturan tersebut? Bahkan tidak ada pihak
yang belajar memperbaiki keterlambatannya dengan “hukuman” model begitu.
Jadi
peraturan harus dibuat untuk mencapai tujuan sekolah. Kalau anda membuat
peraturan murid harus mengenakan sepatu berwarna hitam dan kaus kaki putih, introspeksilah
apa tujuannya, kemudian bandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk
menegakkan tujuan tersebut. Tahu maksudnya? Mari kita perjelas dengan tabel
berikut:
Tujuan Peraturan
|
Biaya Menegakkan Aturan
|
Kondisi
|
·
Sepatunya
seragam
·
Terlihat
rapi
|
·
Siswa
harus membeli sepatu dan kaus kaki
|
·
Siswa
kebanyakan kurang mampu
|
Dari pemisalan di atas dapat
disimpulkan bahwa beban penegakan aturan tidak seimbang terhadap hasil yang
ingin dicapai. Dalam kondisi semacam ini aturan menyeragamkan sepatu dan kaus
kaki akan sulit ditegakkan. Sekolah perlu mencari cara lain untuk tetap dapat
menampilkan “keseragaman” atau “kerapian” bila hal tersebut memang benar-benar
merupakan tuntutan di sekolah. Namun tatkala peraturannya tidak diberlakukan,
maka ketidakseragaman tidak boleh lagi dinilai sebagai sebuah
ketidakdisiplinan.
Prioritas Penegakan Aturan
Anggaplah siswa mampu menaati
aturan sekolah, atau sebaliknya, sekolah memberikan fasilitas yang cukup
menunjang untuk ditegakkannya kedisiplinan menaati peraturan, maka barulah kita
memperhatikan prioritas penegakan aturan. Pilihlah aturan-aturan yang mendasar
untuk ditindak secara ketat, sedangkan yang tidak mendasar berlakulah lebih
longgar.
Misalnya,
jika mendapati siswa yang merokok, mencontek, dan terlambat sekolah, mana yang
disikapi paling serius? Bagaimana cara menimbangnya? Salah satu caranya adalah
dengan mengukur seberapa besar dampak negatifnya pada diri siswa itu sendiri,
dan seberapa luas dampak negatif itu berpengaruh bagi orang lain. Mungkin tabel
berikut akan lebih mempermudah penilaian kita:
Merokok
|
Mencontek
|
Terlambat
|
LATAR BELAKANG:
|
||
·
Siswa
bisa menghindari, namun akan berat bila orang tua tidak mendukung
|
·
Siswa
pasti bisa menghindari
|
·
Siswa
belum tentu bisa menghindari bila disebabkan faktor eksternal
|
DAMPAK NEGATIF:
|
||
·
BESAR!
Segala keburukan rokok, ditambah pergaulannya biasanya juga buruk, dan ada
kemungkinan akan lebih buruk lagi. Biasanya berani salah terang-terangan.
|
·
SEDANG.
Siswa cenderung malas, ingin serba instan, tidak percaya diri. Namun masih
sembunyi-sembunyi.
|
·
KECIL.
Siswa akan malu bila terlambat, meski tidak dihukum. Ada dorongan untuk
menghindari keterlambatan secara naluriah.
|
DAMPAK SOSIAL:
|
||
·
Mengganggu
orang lain karena asap dan debunya
|
·
Orang
tertentu saja yang akan merasa terganggu
|
·
Kebanyakan
orang lain tidak akan terlalu terpengaruh dengan keterlambatannya.
|
Sudah bisa dibandingkan mana
yang seharusnya ditempatkan pada posisi “pelanggaran berat” dan mana yang “ringan”.
Tentu saja hal ini dapat berbeda di lain tempat, masing-masing sekolah perlu
membicarakan ini bersama-sama antara guru dengan komite sekolah.
Prinsip Penanganan Kedisiplinan
Tidak semua pelanggaran harus
diberikan sanksi, namun yang jelas semua pelanggaran harus ditindaklanjuti.
Jadi tindak lanjut tidak harus berupa sanksi. Sekolah perlu merumuskan
tahapan-tahapan penanganan kedisiplinan atau tidak lanjut terhadap pelanggaran
peraturan sekolah. Misalnya:
- Diberikan nasehat
- Diberi tugas belajar (mengerjakan soal/LKS/mengarang, dsb)
- Diberi tugas kebersihan (menyapu, mengepel, menata buku, dsb)
- Diberikan tugas olah raga (lari atau push-up)
- Diberikan surat peringatan
- Dilakukan penyitaan (terhadap rokok, HP, senjata, media pornografi, dsb)
- Dilakukan pemanggilan kepada orang tua
- Diskors
- Dikeluarkan
Kesembilan
poin di atas bukan merupakan urutan-urutan tahapan pemberian tindak lanjut
terhadap pelanggaran peraturan. Sekolah bisa memilih beberapa dari ke-9 poin di
atas untuk dirumuskan dalam satu kategori pelanggaran. Misalnya, untuk
pelanggaran ringan tindak lanjutnya bisa berupa nomor 1, 2, 3, 4, 5 dan 7.
Sedangkan untuk pelanggaran sedang bisa dengan 1 hingga 8. Sedangkan
pelanggaran berat bisa mulai nomor 5
hingga 9. Untuk contoh riilnya berikut terdapat peraturan yang diterapkan di
SMK Al-Furqan Jember.
Tingkat Pelanggaran Siswa
TINGKAT
|
CONTOH
|
POIN
|
TINDAKAN
|
BERAT
|
1.
Berzina/Miras/Narkoba
2.
Tawuran/berkelahi
3.
Berpacaran
4.
Merokok
5.
Tidak mau menutup
aurot
6.
Tasyabbuh bil kuffar
7.
Pelanggaran lainnya
yang besar menurut Syari’at Islam
|
1. 100
2. 100
3. 50
4. 50
5. 50
6. 50
7. ?
|
1. Diberi nasehat
2. Disita dan tidak
dikembalikan (benda tidak syar’i)
3. Diberi surat
peringatan
4. Diskors
5. Dikeluarkan
|
SEDANG
|
1. Bercampur antara
lelaki dan perempuan (contoh bergandengan tangan atau berboncengan sepeda)
2. Mengumpat/memaki/mencela
3. Memodifikasi seragam
4. Tidak
amanah/mengabaikan guru
5. Tidak melakukan sholat
berjamaah tanpa alasan
6. Membolos
7. Pulang mendahului
(Alpa) tanpa alasan
8. Membawa HP
9. Tidak memakai sepatu/seragam
yang sesuai tanpa alasan
|
1.
25
2.
25
3.
20
4.
15
5.
15
6.
10
7.
10
8.
10
9.
10
|
1.
Diberi nasehat
2.
Diberi tugas belajar
3.
Diberi tugas kebersihan
4.
Diberikan surat peringatan
5.
HP Disita dan tidak dikembalikan
|
RINGAN
|
1.
Terlambat
2.
Berpenampilan tidak rapi/sopan
|
1. 5
2. 5
|
1.
Diberi nasehat
2.
Diberi tugas belajar
3.
Diberi tugas kebersihan
|
Catatan:
1.
Apabila poin pelanggaran telah mencapai 50, maka kaur
kesiswaan harus melakukan peringatan tertulis kepada orang tua/wali.
2.
Apabila poin pelanggaran telah mencapai 75, maka kaur
kesiswaan harus melakukan pemanggilan orang tua/wali. Disertai sanksi skors
menurut tingkat pelanggarannya.
3.
Apabila poin pelanggaran telah mencapai 100, maka
sekolah memanggil orang tua/wali dan mengembalikan siswa kepada orang tuanya
untuk dipindahkan ke sekolah lain.
Silakan download lembar CATATAN PELANGGARAN SISWA disini.
Bagaimana penerapan tindakan-tindakan tersebut seharusnya? insya’aLlah akan dibahas dalam tulisan selanjutnya. Semoga bermanfaat!
1 comments:
Sekolahnya pasti rajin-rajin ya pak?
Posting Komentar
Mohon saran dan kritiknya