Ajaran agama merupakan pandangan hidup bagi pemeluknya.
Maksudnya, manakala seseorang memeluk agama tertentu, maka dia akan menjadikan ajaran
agama tersebut sebagai panduan dalam berpikir, berperasaan, dan berperilaku.
Jika dia menyatakan dirinya sebagai Muslim, maka ajaran Islam-lah yang
dijadikan panduan/patokan/ukuran baik-buruk kehidupannya.
Kita mungkin mengenal panduan berperilaku, misalnya mencela
Tuhan agama lain adalah perbuatan buruk menurut ajaran Islam, karenanya Muslim
dilarang melakukannya dan kitapun tidak melakukannya. Berarti kita berbuat
sesuai dengan panduan, sesuai dengan ajaran agama Islam. Kalau ada seorang
Muslim yang mencela Tuhan agama lain maka dia berbuat yang tidak sesuai dengan
ajaran agamanya.
Antara Sadar dengan Tidak
Bila hal ini dilakukan dengan kesadaran, artinya dia sudah
tahu tapi tetap saja mencela, maka Muslim tersebut tidak menjadikan ajaran
Islam sebagai pandangan hidupnya. Dan ini merupakan dosa yang paling besar
dalam Islam. Sebab seorang yang tidak menjadikan Islam sebagai pandangan hidup maka
dirinya termasuk kategori kafir (artinya: menolak). Demikian pula dalam ajaran
agama manapun, kalau ada pemeluk agama yang tidak menggunakan agamanya sebagai
pandangan hidup, maka dapat dikatakan mereka itu telah “kafir” dari agamanya
masing-masing. Tentu saja, istilah kafir itu hanya digunakan oleh Muslim untuk
menyebut selainnya. Sedangkan agama selain Islam memiliki istilah tersendiri
sebagai padanan kata “kafir”.
Namun bila dilakukan dengan tanpa kesadaran, misalnya karena
dirinya tidak tahu bahwa hal yang tersebut dilarang dalam Islam, maka perbuatan
mencelanya tadi termasuk perbuatan pelanggaran. Pelanggaran tersebut akan
mendapatkan dosa, namun tidak sebesar dosa kafir.
Panduan Berpikir dan Berperasaan
Akan halnya dengan panduan berpikir dan berperasaan? Sama
halnya dengan penjelasan sebelumnya, seorang Muslim hendaknya berperasaan
sesuai dengan ajaran agamanya, yakni yang bersumber dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Apabila Islam menilai berjilbab itu baik, bahkan merupakan suatu
kewajiban, maka setiap Muslim harus belajar menyukainya. Kita harus belajar
menundukkan perasaan, yang tadinya mungkin tidak suka, merasa gerah, malu saat
wanitanya mengenakan jilbab, semua itu dirubah sedikit demi sedikit menjadi
mencintai jilbab sampai-sampai malu kalau wanitanya tidak mengenakan jilbab.
Apabila ada wanita tidak berjilbab atau bahkan buka-bukaan, maka kita harus merasa
risih dan berusaha mengingatkannya agar segera menutup aurot (bagian tubuh yang
harus ditutupi)nya.
Inilah yang disebut penghayatan. Seseorang yang merasa
senang ketika sesuatu telah sesuai dengan ajaran agamanya disebut telah
menghayati agamanya. Demikian pula sebaliknya, bila orang tersebut merasa sedih
atau risih atau takut apabila sesuatu tidak sesuai dengan ajaran agamanya, maka
itu juga disebut telah menghayati ajaran agamanya.
Ditulis oleh ustadz +Gilig Guru dari Blognya www.gilig.wordpress.com
Ditulis oleh ustadz +Gilig Guru dari Blognya www.gilig.wordpress.com
0 comments:
Posting Komentar
Mohon saran dan kritiknya