Setiap 10 Nopember, di negeri Indonesia yang mayoritas berpenduduk Islam ini diperingati Hari Pahlawan. Sebuah peringatan sebagai penghargaan atas semangat dan pembuktian dari Umat Islam Surabaya kala itu yang berjihad (berperang) untuk mengusir penjajah kafir (Inggris dan sekutunya) dari bumi Allah Indonesia. Peristiwa itu membuktikan bahwa kemerdekaan dan kedaulatan negeri ini diperjuangkan dengan pengorbanan nyawa dan harta kaum muslimin di bawah seruan jihad fi sabilillah. Dari peristiwa inilah banyak kaum muslimin di Surabaya yang gugur syahid sebagai syuhada dan umat Islam Indonesia pun mengenang mereka sebagai pahlawan.
Pahlawan = Syuhada?
Sekian kali peringatan hari pahlawan namun masih menyisakan pertanyaan penting, apakah kedudukan pahlawan secara umum sama dengan pahlawan menurut konsep Islam [syuhada]?
Kata pahlawan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari dua kata, bahasa Sanskerta, pahla dan wan. Pahla berarti buah, sedangkan wan bermakna sebutan bagi orangnya. Di era modern ternyata sebutan pahlawan menjadi lebih luas dan tidak ada batasan yang jelas. Misalnya, para Tenaga Kerja Indonesia disebut sebagai para pahlawan devisa. Guru yang mengajar di sekolah diberi gelar pahlawan tanpa tanda jasa. Bahkan seorang pria ataupun wanita yang bekerja membanting tulang demi menghidupi keluarganya disebut sebagai pahlawan keluarga. Karena tidak adanya batasan dari makna pahlawan, maka sungguh riskan apabila diberikan kepada orang yang tidak jelas komitmen perjuangannya terhadap kebenaran. Secara umum, gelar pahlawan diberikan kepada siapa saja yang mati di medan pertempuran baik mati karena membela bangsa dan negaranya maupun agamanya.
Jika ditinjau dari terminologi Islam, seorang Muslim yang meninggal ketika berperang atau berjuang di jalan Allah membela kebenaran atau mempertahankan hak dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk menegakkan agama Allah maka mereka disebut dengan Syahid (kata tunggal Bahasa Arab: شَهيد, sedangkan kata jamaknya adalah Syuhada, Bahasa Arab: شُهَداء). Seorang yang pertama mati Syahid adalah seorang shohabiyah yaitu Sumayyah binti Khayyat.
Pembagian Syahid
Pembagian ini menentukan aplikasi hukum dunia terhadap orang yang meninggal, yaitu memberlakukan hukum secara zhahir terhadap orang yang dikategorikan syahid atau tidak.
Dalam Shahih Muslim disebutkan, Rasulullah SAW bersabda: "Apa yang kalian ketahui tentang syahid?” Sahabat r.a menjawab: Barangsiapa yang terbunuh di jalan Allah maka dia syahid” Lalu Rasulullah s.a.w bersabda: “Kalau begitu syahid di kalangan ummat ku sedikit”, Sahabat r.a berkata lagi, kalau begitu siapakah mereka ya Rasulullah? Rasulullah s.a.w bersabda: Barangsiapa yang terbunuh di jalan Allah maka dia syahid, barang siapa yang mati di jalan Allah, maka dia syahid, barangsiapa yang mati karena cacar maka dia syahid, siapa yang mati terkena diare dia syahid ” (Shahih Muslim, Kitaabul Imarah:3539)
Terkait hadist diatas, Imam Nawawi dalam syarah Muslim menjelaskan, Para ulama berkata: “Yang dimaksudkan syahid diatas adalah selain syahid Fie sabilillah (terbunuh ketika berperang di jalan Allah), mereka itu di akhirat memperoleh pahala para syuhada. Adapun di dunia, mereka dimandikan dan dishalatkan.
Dari penjelasan hadits diatas, kategori syahid dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Syahid Dunia, yaitu orang yang terbunuh ketika dia berperang, tetapi dia tidak ikhlas karena Allah, bukan demi menegakkan kalimat Allah (Islam). Soal niat, selain dirinya, manusia yang lain tidak ada yang tahu. Akan tetapi ketika jasadnya ditemukan terbunuh ketika berperang melawan kafir, maka ia dihukumi sebagai syahid.
2. Syahid Akhirat, yaitu orang-orang yang mati karena tenggelam atau terbakar dan semisalnya, sebagaimana terdapat dalam hadits-hadits Nabi. Orang yang termasuk kategori ini dimandikan, dikafani juga disholatkan.
Dalam Shahih Bukhari disebutkan: “Rasulullah SAW bersabda: Syuhada itu ada 5, yaitu Orang yang mati terkena cacar, orang yang mati karena diare, orang yang mati tenggelam, orang yang mati tertimpa runtuhan (longsor), dan orang yang syahid [karena berperang] di jalan Allah” (Al-Bukhari, Kitab As-Sayru Wal-Maghazi: 2617)
Orang yang tewas melindungi keselamatan hartanya mati syahid dan yang membela (kehormatan) keluarganya mati syahid dan membela dirinya (kehormatan dan jiwanya) juga mati syahid. (HR. Ahmad)
3. Syahid Dunia dan Akhirat, yang dimaksud syahid dunia akhirat adalah orang yang terbunuh ketika berperang di jalan Allah dengan niat yang ikhlas, tidak riya dan tidak berbuat ghulul (mencuri harta rampasan perang). Jenis inilah yang merupakan syahid yang sempurna dan syahid yang paling utama, baginya pahala dari sisi Allah Yang Maha Agung. Soal niat ikhlas atau tidaknya, hanya dia yang bersangkutan dan Allah yang tahu. Manusia hanya menghukumi secara zhahir bahwa dia mati terbunuh di jalan Allah. Dia layak disebut sebagai syahid, sehingga jenazahnya tidak perlu dimandikan, tidak perlu dikafankan, tidak perlu disholatkan, ia hanya dikuburkan dengan pakaian lengkap tatkala ia terbunuh syahid. Ulama Mazhab Syafii, menyatakan pula bahwa mereka tidak dimandikan, tidak dikafani dan tidak pula disholatkan.
Keutamaan Syahid fie Sabilillah
Mereka yang syahid dalam jihad [perang] fie sabilillah memperoleh beberapa keutamaan yang dijanjikan oleh Allah diantaranya :
1. Apa yang dirasakan seorang syahid yang terbunuh adalah seperti yang dirasakan seorang dari cubitan (gigitan serangga). (Tirmidzi dan Ibnu Majah)
2. Para syuhada (berada) di lembah (tepi) sungai dekat pintu surga dalam bangunan berkubah berwarna hijau. Rizqi mereka datang dari surga setiap pagi dan petang. (HR. Al Hakim dan Ahmad)
3. Seorang yang mati syahid diberi 6 perkara pada saat tetesan darah pertama mengalir dari tubuhnya: semua dosanya diampuni (tertebus), diperlihatkan tempatnya di surga, dikawinkan dengan bidadari, diamankan dari kesusahan kedahsyatan yang besar (pada hari kiamat), diselamatkan dari siksa kubur dan dihiasi dengan pakaian keimanan. (HR. Bukhari)
4. Seorang yang mati syahid dapat memberi syafaat bagi 70 anggota keluarganya. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Penyebutan Syahid
Mengatakan “si fulan syahid” bukan berarti menghukumi bahwa dia masuk jannah (syurga), akan tetapi dimaksudkan untuk menentukan proses pengurusan jenazah, bagaimana jenazah itu diperlakukan. Jika ternyata memang syahid maka berlakulah ketentuan seperti disebutkan terdahulu.
Karena itu diperbolehkan menyebut si fulan syahid, dan hal ini telah menjadi sesuatu yang biasa (dan diterima) di kalangan Ahlus Sayru Wal-Maghazi (para pelaku Jihad sejak zaman awal) begitu pula ini berlaku di kalangan para penulis kitab dan ilmu rijal (salah satu cabang dalam ilmu hadits), mereka menghukumi bahwa orang-orang saat kematiannya memenuhi sebab-sebab kesyahidan, maka dia disebut sebagai Syahid.
KesimpulanDalam konsep Islam, gelar pahlawan disematkan kepada para syuhada yaitu orang-orang beriman yang wafat dalam pertempuran di medan jihad fii sabilillah untuk menegakkan dan memuliakan kalimah Allah SWT di muka bumi ini. Bagi seorang muslim keridhaan Allah dan surga-Nya lebih utama dari sekedar gelar pahlawan. Perjuangan seorang muslim harus dilandasi dorongan aqidah Islam dan mencari keridhaan Allah SWT semata dan tidak berjuang membela ashobiyah Menurut Ibn Manzhur, ‘ashobiyyah adalah ajakan seseorang untuk membela atau menolong kaumnya, sementara mereka zalim (Ibn Mandzur, Lisan al-‘Arab,I/606 ), Yang termasuk bentuk ashobiyah adalah fanatisme kelompok, golongan, kesukuan, kebangsaan dan nasionalisme. Karena itu semua hanya menjadikan amal pengorbanannya sia-sia di sisi Allah SWT.
عن جندب بن عبد الله البجلي رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: مَنْ قُتِلَ تَحْتَ رَايَةٍ عُمِّيَّةٍ يَدْعُوْ عَصَبِيَّةً أَوْ يَنْصُرُ عَصَبِيَّةً فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ
Dari Jundub bin Abdullah al-Bajaliy ra berkata, telah bersabda Rosulullah SAW, “Barangsiapa yang terbunuh di bawah bendera ummiyyah (kesesatan) yang disebabkan ia mengajak kepada ashobiyah atau dalam rangka menolong ashobiyah, maka matinya adalah mati jahiliyah”. [HR Muslim: 1850] Wallahu ‘alam
(www.smkalfurqan.com)
0 comments:
Posting Komentar
Mohon saran dan kritiknya